Sukses

Alasan Hasto Kristiyanto Mangkir dari Panggilan KPK

Hasto menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadirannya di Gedung KPK. Kebetulan, kata Hasto pada saat bersamaan juga sedang pimpin rapat terkait pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sedianya akan diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) wilayah Jawa Timur.

Pemeriksaan dijadwalkan di Gedung merah putih KPK pada Jumat 19 Juli 2024. Namun, Hasto tidak memenuhi panggilan tersebut.

Terkait hal ini, Hasto memberikan penjelasan. Dia berdalih, tidak mengetahui adanya jadwal pemeriksaan dari KPK. Sementara itu, Hasto mengatakan, surat panggilan dari KPK baru diketahui pada Sabtu pagi.

"Saya sendiri baru tau pagi hari, suratnya sudah seminggu katanya, tapi saat itu saya sedang tugas di Jogja, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan, sehingga saya tidak tau," kata Hasto di Gedung DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (20/7/2024).

Dalam kesempatan itu, Hasto menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadirannya di Gedung KPK. Kebetulan, kata Hasto pada saat bersamaan juga sedang pimpin rapat terkait pilkada.

"Kemarin kami mohon maaf betul, bahwa kami tidak bisa menghadiri, karena kemarin saya memimpin rapat Pilkada.

Lebih lanjut, Hasto menyatakan, siap hadir bilamana ada panggilan dari KPK. Hal ini sebagai bentuk komitmen dalam pemberantasan korupsi.

"Kami akan hadir, karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar, terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," tandas dia.

2 dari 3 halaman

Diperiksa Sebagai Saksi

Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menerangkan, Hasto diperiksa sebagai saksi dugaan TPK di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian/DJKA Kementerian Perhubungan (Wilayah Jawa Timur). Dalam kasus ini, Hasto disebut sebagai seorang Konsultan.

Dalam perkara ini juga, KPK telah menetapkan satu orang tersangka atas nama Yofi Oktarisza (YO) sebagai pihak yang menerima suap dari kasus tersebut.

Yofi merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai teknik Perkeretaapian (BTP) kelas 1 Jawa bagian tengah yang saat ini menjadi BTP Semarang tahun 2017-2021.

"Setelah menemukan kecukupan alat bukti penyidik menetapkan YO sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur saat konferensi persnya di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (13/6).

Asep menjelaskan tersangka Yofi diminta untuk melakukan pengerjaan proyek pengadaan perkeretaapian oleh Dion Renato Sugiarto (DRS) yang merupakan Direktur PT Istana Putra Agung.

Terdapat tiga perusahaan yang dibantu Yofi mengikuti lelang yang digerakkan oleh Dion yakni PT Istana Putra Agung, PT Prawiramas Puriprima dan PT Rinenggo Ria Raya.

"Jurusan-jurusan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pengerjaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat prasarana DJKA," ucap Asep.

3 dari 3 halaman

4 Paket Pekerjaan

Sekiranya ada 4 paket pekerjaan yang diterima oleh Yofi dari Dion. Diantaranya pembagunan jembatan, pembangunan perlintasan tidak sebidang, penyambungan jalur, dan peningkatan jalur KA.

Ditaksir total pengerjaan keempat proyek itu mencapai Rp 224,5 miliar.

Ketiga perusahaan tersebut dibantu pemenangannya oleh Yofi dengan menambahkan salah satu syarat lelang tersebut.

"Tersangka YO menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan," beber Asep.

Atas perbantuan YO, dia mendapatkan komisi 10 hingga 20 persen. Penerimaan suap diantaranya dalam bentuk uang tunai, logam mulia, dan dua unit mobil yang bila ditaksir mencapai miliaran rupiah yang kemudian disita penyidik KPK.

Video Terkini